Bidikbola.com – Timnas Indonesia membutuhkan teladan bagi timnas Maroko untuk mendapatkan pijakan di Piala Dunia 2022 di Qatar. Maroko bahkan mengukir sejarah sebagai negara Afrika pertama yang hampir mencapai final Piala Dunia.
Muncul dari budaya yang berbeda, para pemain Piala Dunia 2022 di Qatar bersatu demi kebaikan negara dan martabat bangsa. Kondisi budaya ini hampir sama dengan di Indonesia.
Banyak pemain skuat Maroko di Piala Dunia 2022 tidak hanya lahir di Belanda, seperti tiga nama yang disebutkan di atas, ada juga Yassine Bounou kelahiran Kanada.
Dan Romain Saiss yang lahir di Prancis, kemudian para pemain jebolan Mohammed Vi Academy (kiri-kanan) seperti Azzedine Qounahi, Nayef Aguerd dan Youssef En-Nesyri.
Akademi ini tidak lepas dari campur tangan Kerajaan Maroko, Raja Maroko yang berkuasa, Raja Mohammed VI, yang mendirikannya pada tahun 2009.
Sebanyak 140 juta dirham atau setara Rp 200 miliar dikeluarkan dari koceknya sendiri untuk membangun akademi guna menarik investor untuk terlibat dalam proyek tersebut.
Ditujukan untuk pemain berusia 12-18 tahun yang bermain di jalanan, tentunya didukung dengan standar FIFA.
Singkat cerita, Walid Reragugui adalah sosok di balik amukan Maroko dengan skuat yang dibangunnya meski baru dilantik pada akhir Agustus lalu.
Segera setelah pemecatan Vahid Halilodzic, mantan pemain internasional Maroko itu tidak asing lagi dengan 45 caps-nya dan menjadi bagian dari skuat runner-up Piala Afrika 2004.
Meski Maroko memiliki rata-rata penguasaan bola terendah kedua di Piala Dunia 2022, formasi berbeda yang digunakan efektif dalam mencetak gol.
Selain teknik bermain, para pemain Maroko mendapat dukungan besar dari keluarga yang menginap di hotel yang sama, Wyndham Doha West Bay.
Walid dan Presiden Federasi Sepak Bola Maroko (FMRF), Fouzi Lekjaa, tentu memiliki tujuan tersebut, untuk memberikan suasana positif bagi setiap pemain.